Tren Job Hugging, Bertahan Kerja untuk Keamanan namun Hati Tertekan

Table of content:
Bertahan di satu pekerjaan mungkin terlihat menggoda, tetapi hal ini sebenarnya bisa menjadi jebakan. Jika tidak dibarengi dengan rasa bahagia dan kepuasan, bertahan di suatu tempat kerja justru bisa berdampak buruk bagi kesehatan mental dan karier seseorang.
Kondisi ini melahirkan fenomena yang disebut ‘job hugging‘, di mana banyak orang tetap bertahan di pekerjaan yang tidak memuaskan demi rasa aman. Alih-alih berkembang, mereka memilih untuk terjebak dalam rutinitas yang monoton dalam dunia kerja saat ini.
Di tengah tingginya angka pemutusan hubungan kerja (PHK) dan ketidakpastian ekonomi yang semakin meningkat, banyak pekerja merasakan tekanan untuk mempertahankan posisi mereka. Keadaan ini membuat mereka lebih memilih bertahan ketimbang mengambil resiko untuk mencari pekerjaan baru yang lebih memuaskan.
Sebagian besar individu yang terjebak dalam kondisi ini melakukannya bukan karena cinta terhadap pekerjaan mereka, melainkan karena ketidakpastian yang melanda. Pakar mengungkapkan bahwa fenomena ini dapat menghalangi pertumbuhan seseorang secara profesional.
Apa itu Job Hugging dan Mengapa Terjadi?
‘Job hugging’ adalah istilah yang menggambarkan situasi di mana seseorang tetap bertahan di pekerjaan meskipun tidak lagi merasa puas. Menurut Jennifer Schielke, CEO Summit Group Solutions, keinginan untuk tetap aman sering kali mengakibatkan stagnasi dalam karier.
Bertahan di tempat kerja hanya untuk merasakan sekadar ‘aman’ bukanlah pilihan yang ideal. Banyak profesional akhirnya merasa terjebak dan tidak dapat mengeksplorasi peluang baru yang dapat mendukung pengembangan karir mereka.
Munculnya rasa takut terhadap kebangkitan teknologi seperti AI juga turut berkontribusi pada fenomena ini. Banyak orang merasa cemas akan kehilangan pekerjaan mereka dan lebih memilih bertahan ketimbang menghadapi ketidakpastian yang lebih besar.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh BoldHR, sekitar 33% manajer mengalami kelelahan dan mengaku tidak lagi merasa bersemangat dalam pekerjaan mereka. Data ini menunjukkan bahwa tidak hanya pekerja, tetapi juga para pemimpin mengalami dampak negatif dari situasi ini.
Dampak Job Hugging terhadap Kesehatan Mental dan Kinerja
Stres yang timbul dari ‘job hugging’ dapat berpengaruh besar terhadap suasana hati dan kinerja pekerja. Pekerja yang merasa terjebak cenderung mengalami penurunan produktivitas dan motivasi.
Pada gilirannya, stres ini dapat menimbulkan masalah kesehatan mental yang lebih serius, seperti depresi atau kecemasan. Kami bisa melihat bahwa bertahan di pekerjaan yang tidak memuaskan, pada akhirnya, justru memberikan efek bersifat kumulatif yang merugikan.
Meningkatnya ketidakpuasan di antara staf dapat memicu konflik di tempat kerja. Suasana kerja yang tidak harmonis tidak hanya berdampak pada individu, tetapi juga pada seluruh tim.
Secara keseluruhan, tidak ada manfaat yang signifikan yang dapat diperoleh dari ‘job hugging’. Sebaliknya, fenomena ini justru menunjukkan bahwa perubahan harus dilakukan, baik oleh individu maupun oleh organisasi.
Bagaimana Menghadapi Fenomena Job Hugging?
Para pemimpin perusahaan harus menyadari ciri-ciri ‘job hugging’ di dalam tim mereka agar dapat melakukan intervensi yang tepat. Diskusi terbuka dan jujur dapat menjadi langkah awal untuk membantu pekerja membahas ketidakpuasan mereka.
Menawarkan peluang untuk pengembangan diri, seperti pelatihan atau program mentoring, dapat membantu meningkatkan motivasi pekerja. Ketika karyawan merasa bahwa mereka memiliki kesempatan untuk belajar dan tumbuh, mereka akan lebih bersemangat dalam pekerjaan mereka.
Penting bagi perusahaan untuk menciptakan lingkungan kerja yang positif. Memperhatikan kebutuhan dan perkembangan karyawan dapat menjadi kunci untuk mengurangi tingkat ‘job hugging’ dan meningkatkan kepuasan kerja.
Terakhir, individu juga harus berani mengevaluasi kembali tujuan karier mereka. Mengambil langkah untuk mencari peluang baru bukanlah tindakan yang sembrono, melainkan suatu langkah yang cerdas demi kemajuan diri.