Pemanis Rendah Kalori Menyebabkan Gangguan Kognitif dan Pikun Lebih Cepat

Table of content:
Mengganti gula dengan pemanis rendah kalori semakin populer belakangan ini sebagai salah satu cara untuk mengelola berat badan. Namun, penelitian terbaru menunjukkan bahwa penggunaan produk pemanis pengganti gula ini dapat membawa dampak negatif bagi kesehatan otak seseorang.
Sebuah studi yang diterbitkan pada awal September lalu memberikan wawasan baru mengenai efek pemanis buatan. Penelitian ini menemukan bahwa individu yang mengonsumsi enam jenis pemanis buatan dalam jumlah tinggi mengalami penurunan kemampuan berpikir dan daya ingat yang cukup signifikan.
Penurun kemampuan kognitif yang dialami oleh kelompok ini ternyata lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang mengonsumsi pemanis dalam jumlah lebih sedikit. Hal ini menimbulkan pertanyaan serius tentang apakah pemanis buatan benar-benar aman untuk dikonsumsi dalam jangka panjang.
Secara lebih mendalam, studi yang dipublikasikan dalam jurnal Neurology ini menyatakan bahwa asupan pemanis rendah kalori dapat membuat otak seseorang terasa lebih ‘tua’ hingga 1,6 tahun. Hal ini menunjukkan adanya hubungan yang menghawatirkan antara konsumsi pemanis buatan dan penurunan kognisi otak.
“Namun, temuan ini tidak berarti bahwa setiap orang akan langsung mengalami masalah ingatan setelah mengkonsumsi minuman berpemanis,” ujar Claudia Kimie Suemoto, salah satu penulis studi dari Sao Paulo University, Brasil. Penjelasan ini memberikan sedikit harapan, meskipun risiko tersebut tetap ada.
Mereka yang sering mengonsumsi pemanis ini, dalam jangka waktu panjang, kemungkinan akan mengalami penuaan otak yang lebih cepat. Ini dapat berujung pada peningkatan risiko penurunan kognitif yang lebih dini seiring bertambahnya usia seseorang.
Studi Mendalam Mengenai Pemanis Buatan dan Kesehatan Otak
Pada penelitian ini, para peneliti menganalisis data dari 12.722 orang dewasa Brasil yang memiliki rata-rata usia 52 tahun. Setiap peserta diminta untuk mengisi kuesioner mengenai kebiasaan makan dan minum mereka selama setahun terakhir. Metode ini memungkinkan para peneliti untuk mendapatkan data yang lebih akurat.
Para peneliti memfokuskan perhatian pada tujuh jenis pemanis rendah atau tanpa kalori yang sering ditemui di pasaran, seperti aspartam, sakarin, xylitol, eritritol, sorbitol, tagatose, dan acesulfam K. Pemanis-pemanis ini telah menjadi alternatif bagi mereka yang ingin mengurangi asupan gula tanpa kehilangan rasa manis.
Kelompok peserta kemudian dibagi berdasarkan tingkat konsumsi pemanis. Tingkatan ini meliputi asupan rendah dengan konsumsi 20 miligram (mg) per hari, tingkat sedang dengan 66 mg per hari, dan tinggi dengan 191 mg per hari. Pembagian ini membuat analisis lebih terfokus dan jelas untuk menyimpulkan pengaruh pemanis terhadap kesehatan otak.
Selama delapan tahun penelitian, para peserta menjalani serangkaian tes kognitif. Hasilnya menunjukkan bahwa kelompok dengan asupan pemanis tinggi mengalami penurunan daya ingat dan kemampuan berpikir 62 persen lebih cepat. Ini adalah angka yang sangat signifikan dan menggambarkan urgensi untuk mempertimbangkan kembali konsumsi pemanis buatan.
Selain itu, mereka yang berada di kelompok konsumsi tinggi mengalami penurunan kemampuan verbal yang 173 persen lebih cepat. Hal ini menambah dimensi baru pada bahaya konsumsi pemanis buatan secara berlebihan, terutama bagi mereka yang belum berusia lanjut.
Dampak Pemanis Terhadap Berbagai Kelompok Usia
Menarik untuk dicatat bahwa hubungan antara pemanis rendah kalori dengan penurunan fungsi kognitif ini lebih terlihat pada individu di bawah usia 60 tahun. Temuan ini menunjukkan bahwa mereka yang lebih muda mungkin lebih rentan terhadap dampak negatif dari pemanis buatan dibandingkan dengan kelompok usia yang lebih tua.
Pentingnya hasil penelitian ini tidak bisa diabaikan, terutama untuk generasi muda yang saat ini banyak terpapar dengan berbagai jenis minuman manis, termasuk yang menggunakan pemanis buatan. Di era informasi ini, kesadaran akan dampak kesehatan dari pola makan menjadi hal yang sangat diperlukan.
Dengan hasil-hasil yang diperoleh, penelitian ini mendorong individu untuk lebih bijaksana dalam memilih pemanis. Jangan hanya terpaku pada kalori yang rendah, tetapi juga pertimbangkan dampak jangka panjangnya terhadap kesehatan, khususnya fungsi otak yang sangat vital bagi kehidupan sehari-hari.
Kesimpulan dan Saran untuk Konsumsi Pemanis
Secara keseluruhan, hasil dari penelitian ini menunjukkan betapa pentingnya untuk benar-benar memahami apa yang kita konsumsi. Memilih pemanis rendah kalori mungkin terbukti bermanfaat dalam jangka pendek, tetapi efek jangka panjangnya terhadap kesehatan otak harus menjadi perhatian bagi kita semua.
Oleh karena itu, sangat dianjurkan untuk mencari alternatif yang lebih alami dan sehat. Mengurangi konsumsi gula bukan berarti harus beralih pada pemanis buatan yang berpotensi merugikan. Pemanis alami seperti stevia bisa menjadi pilihan yang lebih aman.
Terakhir, penting juga untuk selalu mengikuti perkembangan terbaru dalam penelitian di bidang gizi. Dunia ilmu pengetahuan dan kesehatan terus berkembang, dan pengetahuan yang terus diperbarui akan membantu kita membuat pilihan yang lebih baik untuk kesehatan jangka panjang.